Uncategorized

Madaya Sinjai: Dari Lembah Arabika, Warga Menyeduh Harapan

Pagi di Desa Arabika, Sinjai Barat, dimulai dengan kabut tipis yang turun perlahan dari lereng bukit. Di antara gemericik air dan suara burung, aroma kopi mulai tercium dari rumah-rumah warga. Di sinilah, di sebuah dusun yang tenang di Sulawesi Selatan, secangkir kopi bukan sekadar minuman — ia adalah simbol perubahan.

Dulu, warga Desa Arabika menanam kopi sekadar untuk bertahan hidup. Panen dilakukan seadanya, dijual dengan harga rendah tanpa tahu nilai lebih dari hasil tangan mereka sendiri. Namun sejak Dompet Dhuafa menghadirkan program pemberdayaan pada tahun 2019, bersama dukungan PLN Peduli, arah hidup para petani mulai berubah.

Perubahan itu berawal dari hal sederhana: pendampingan dan pelatihan. Petani diajari cara mengelola hasil panen, mengeringkan biji kopi di greenhouse, hingga memanggangnya di mesin roasting modern. Kini mereka memiliki aula pertemuan untuk belajar bersama, serta guest house bagi tamu yang datang menengok geliat desa yang kian hidup.

Dari Biji ke Cita-Cita

Program ini diberi nama Madaya, singkatan dari Mandiri Berdaya. Sebuah nama yang menggambarkan semangat warga Arabika untuk berdiri di atas kaki sendiri. Madaya bukan hanya kawasan pengolahan kopi, tetapi juga tempat tumbuhnya pengetahuan, persaudaraan, dan harapan baru.

“Dulu kami hanya tahu menanam dan memetik. Sekarang kami belajar bagaimana menjemur, mengemas, dan menjual hasil kami sendiri,” ujar seorang petani sambil tersenyum. “Rasanya seperti melihat anak sendiri tumbuh — dari biji kecil jadi pohon yang kuat.”

Kopi yang dulu dijual mentah kini disajikan dengan penuh kebanggaan di Cafe Madaya Sinjai, sebuah tempat sederhana dengan pemandangan indah ke arah lembah. Di sana, pengunjung tak hanya menikmati cita rasa kopi Arabika Sinjai, tapi juga kisah perjuangan warga di setiap tegukannya.

Setiap Sruputan Bernilai Kebaikan

Yang membuat Madaya istimewa bukan hanya aroma kopinya, melainkan nilai sosial di baliknya. Seluruh kegiatan di kawasan ini didukung oleh dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang dikelola Dompet Dhuafa. Hasilnya, program Madaya tak berhenti pada ekonomi — ia tumbuh menjadi pusat pendidikan dan sosial bagi masyarakat sekitar.

Di desa ini, ada pelatihan guru ngaji, beasiswa untuk anak-anak, lab digital, dan pelatihan literasi yang membuka jendela dunia bagi generasi muda. Setiap aktivitas mengalir dari semangat yang sama: bahwa kebaikan bisa berawal dari seduhan kopi dan berakhir pada perubahan hidup.

“Madaya kami bangun bukan hanya untuk memperkuat ekonomi, tapi untuk menumbuhkan keyakinan bahwa desa pun bisa menjadi pusat peradaban kecil yang mandiri,” tutur Udhi Tri Kurniawan, Deputi Direktur Program Pemberdayaan Ekonomi Dompet Dhuafa.

Menumbuhkan Harapan di Lereng Sinjai

Kini, Desa Arabika bersiap menjadi destinasi wisata kopi dan edukasi di Sulawesi Selatan. Para petani tak lagi takut menghadapi musim panen, karena mereka tahu bagaimana mengelola hasil bumi dengan baik. Generasi mudanya pun mulai pulang ke kampung, melihat bahwa masa depan bisa tumbuh dari tanah sendiri.

Bagi warga Madaya, kopi bukan sekadar komoditas. Ia adalah sarana untuk membangun kehidupan, menyatukan masyarakat, dan menyebarkan manfaat bagi sesama. Setiap biji kopi yang tumbuh di tanah Arabika membawa cerita tentang kerja keras, kebersamaan, dan keberkahan zakat yang menghidupkan.

“Bagi kami,” kata salah satu tokoh masyarakat, “sukses bukan soal berapa banyak kopi yang terjual, tapi berapa banyak warga yang ikut tumbuh bersama.”

Dan di setiap cangkir Kopi Madaya Sinjai yang diseduh pagi itu, ada kehangatan yang lebih dari sekadar rasa — ada harapan yang perlahan tumbuh, seteguh akar kopi yang menembus tanah pegunungan. ☕🌱

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button